KataKunci: Perceraian Kristen, Hukum Yang Berlaku Di Indonesia ABSTRACT Dengan mengucapkan syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa saya bersyukur skrispi ini dapat selesai. Dengan skripsi ini pula penulis dapat suami-istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami-istri. 3. Tata cara perceraian didepan sidang pengadilan diatur dalam
Talak atau perceraian adalah terlepasnya ikatan perkawinan antara suami-istri, baik karena ungkapan talak sang suami, ungkapan tak disadarinya, maupun karena gugatan sang istri melalui meja pengadilan. Meski talak merupakan perkara yang diperbolehkan dalam syariat, tapi selama perkawinan masih bisa dipertahankan, seharusnya ia dihindari. Karena, tak sedikit dampak negatif yang ditimbulkan akibat perceraian, baik bagi keluarga, anak-anak, maupun masyarakat secara umum. Hanya saja, jika mahligai rumah tangga sudah tak mungkin dipertahankan, jalan damai antara suami-istri sudah mengalami kebuntuan, kerugian keduanya atau salah satunya diperkirakan akan lebih besar, maka jalan terakhir adalah talak atau perceraian. Kendati demikian, talak bukan berarti pemutus tali perkawinan sekaligus. Sebab, ia memiliki beberapa tingkatan yang memungkinkan seorang suami bisa rujuk kepada istri yang diceraikannya. Layaknya sebuah akad, talak juga memiliki sejumlah syarat dan ketentuan, sehingga ia menjadi sah atau jatuh kendati tak disadari orang yang menjatuhkannya. Para ulama fiqih melihat syarat dan ketentuan talak ini dari tiga aspek. Pertama, dari aspek yang menjatuhkan, yaitu suami. Kedua, dari aspek yang ditalak, yakni istri. Ketiga, dari aspek ungkapan atau redaksi talak. Pertama, yang menjatuhkan talak adalah suami yang sah, baligh, berakal sehat, dan menjatuhkan talak atas kemauannya sendiri. Artinya, tidak sah seorang laki-laki yang menalak perempuan yang belum dinikahinya, seperti mengatakan, “Jika aku menikahinya, maka ia tertalak.” Demikian pula anak kecil dan orang yang hilang kesadaran akalnya, seperti karena tidur, sakit, tunagrahita, dan mabuk. Hanya saja, menurut Syekh al-Syairazi dalam al-Muhadzab, Beirut Darul Kutub, jilid 3, hal. 3 hilangnya kesadaran mereka perlu dilihat من لا يعقل فإنه لم يعقل بسبب يعذر فيه كالنائم والمجنون والمريض ومن شرب دواء للتداوي فزال عقله أو أكره على شرب الخمر حتى سكر لم يقع طلاقه لأنه نص في الخبر على النائم والمجنون وقسنا عليهما الباقين وإن لم يعقل بسبب لا يعذر فيه كمن شرب الخمر لغير عذر فسكر أو شرب دواء لغير حاجة فزال عقله فالمنصوص في السكران أنه يصح طلاقهArtinya, “Adapun orang yang tidak sadar, jika tak sadarnya karena sebab yang dimaafkan, seperti orang yang sedang tidur, tunagrahita, sakit, dan minum obat guna mengobati penyakitnya, sampai hilang kesadaran akalnya, atau dipaksa minum khamr sampai mabuk, maka ia tidak jatuh talaknya, sebagaimana yang telah ditetapkan dalam nash hadits tentang orang tidur dan orang tunagrahita. Maka kita analogikan saja yang lain kepada keduanya. Selanjutnya, jika seseorang hilang kesadaran akalnya karena sebab yang tidak dimaafkan, seperti orang yang minum khamr tanpa alasan sampai mabuk, atau minum obat tanpa ada kebutuhan, sehingga hilang kesadaran akalnya, maka menurut pendapat nash yang telah ditetapkan tentang orang mabuk, jatuhlah talaknya.” Begitu pula orang yang dipaksa menjatuhkan talak juga perlu dilihat paksaannya apakah hak atau tidak. Jika paksaannya hak seperti paksaan hakim di pengadilan, maka talak yang dijatuhkannya adalah sah dan jatuh. Sama halnya dengan keputusan cerai yang telah diputuskan oleh hakim pengadilan. Selanjutnya, Syekh al-Syairaji merinci kriteria paksaan tersebut 1 pihak yang memaksa lebih kuat dari yang dipaksa, sehingga tak bisa ditolak; 2 berdasarkan dugaan kuat, jika paksaan itu ditolak, sesuatu yang ditakutkan akan terjadi; 3 paksaan akan diikuti dengan sesuatu yang lebih membahayakan, seperti pemukulan, pembunuhan, dan seterusnya. Maka dalam kondisi demikian, ungkapan jelas seseorang yang menjatuhkan talak dianggap sebagai ungkapan sindiran. Jika diniatkan dalam hatinya, talaknya jatuh. Jika tidak diniatkan, talaknya tidak jatuh, sebagaimana yang diungkap oleh Syekh Muhammad ibn Qasim dalam Fathul Qarib Semarang Pustaka al-Alawiyyah, tanpa tahun, hal. 47. Pertanyaannya, bagaimana dengan talak orang yang marah? Syekh Zainuddin al-Maibari, salah seorang ulama Syafii, menyatakan dalam Fathul Muin, Terbitan Daru Ihya al-Kutub, hal. 112.واتفقوا على وقوع طلاق الغضبان وإن ادعى زوال شعوره بالغضبArtinya, “Para ulama sepakat akan jatuhnya talak orang yang sedang marah, meskipun ia mengaku hilang kesadaran akibat kemarahannya.” Kedua, istri yang ditalak harus dalam keadaan suci dan tidak dicampuri, yang kemudian talaknya dikenal dengan “talak sunnah” dalam arti talak yang diperbolehkan. Sedangkan istri yang ditalak dalam keadaan haid atau dalam keadaan suci setelah dicampuri, dikenal dengan “talak bidah” dalam arti talak yang diharamkan. Kedua jenis talak ini berlaku bagi istri yang masih haid. Sedangkan bagi istri yang tidak haid—seperti istri yang belum haid, istri yang sedang hamil, istri yang sudah menopause, atau istri yang ditalak khuluk dan belum dicampuri—tidak berlaku. Salah satu hikmah keharusan talak dijatuhkan saat istri sedang suci adalah agar ia langsung menjalani masa iddah, sehingga masa iddahnya menjadi lebih singkat. Berbeda halnya, jika talak dijatuhkan saat istri sedang haid, meskipun tetap sah, maka masa iddahnya menjadi lebih lama karena dihitung sejak dimulainya masa suci setelah haid. Demikian pula jika istri ditalak dalam masa suci tetapi setelah dicampuri, maka kemungkinan untuk hamil akan terbuka. Jika itu terjadi, maka masa mengandung hingga melahirkan akan menjadi masa iddahnya. Baca juga• Ketentuan Masa Iddah Perempuan dalam Islam• Khuluk dalam Islam, Ketika Istri Minta Cerai dengan TebusanKetiga, redaksi talak yang dipergunakan bisa berupa ungkapan yang jelas sharih, bisa juga berupa ungkapan sindiran kinayah. Maksud ungkapan jelas di sini, tidak ada makna lain selain makna talak. Sehingga meskipun seseorang tidak memiliki niat untuk menjatuhkan talak dalam hati, jika yang dipergunakan adalah ungkapan sharih maka talaknya jatuh. Contohnya, “Saya talak kamu,” atau “Saya ceraikan kamu,” atau “Saya lepaskan kamu.” Berbeda halnya dengan ungkapan kinayah. Sebagaimana diketahui, ungkapan kinayah mungkin bermakna talak, mungkin pula bermakna lain. Sehingga talaknya akan jatuh manakala ada niat talak dalam hati yang mengucapkanya. Artinya, jika tidak ada niat, maka talaknya tidak jatuh. Contohnya, “Sekarang kamu bebas,” atau “Sekarang kamu lepas,” atau “Pergilah kamu ke keluargamu!” Hanya saja, menurut Abu Hanifah, ungkapan kinayah yang cukup jelas, tetap tidak memerlukan niat. Contohnya, “Engkau sekarang sudah jelas, bebas, lepas, dan haram bagiku. Maka pergilah dan pulanglah ke keluargamu!” Pendapat ini juga didukung oleh Imam Malik. Sementara menurut Imam Ahmad, makna atau konteks keadaan dalam semua ungkapan kinayah menentukan status niat. Lihat al-Nawawi, Majmu Syarh al-Muhadzab, Darul Fikr, Beirut, Jilid 17, hal. 104. Sejalan dengan ungkapan kinayah adalah ungkapan sharih yang dilontarkan oleh seorang yang dipaksa. Maka jatuh dan tidaknya talak kembali kepada niat dalam hatinya. Jika bersamaan dengan ungkapan itu ada niat, maka jatulah talaknya. Begitu pula sebaliknya. Talak juga jatuh dengan ungkapan taliq, seperti ungkapan seorang suami kepada istrinya, “Jika engkau masuk lagi ke rumah laki-laki itu, maka engkau tertalak.” Jika istrinya benar-benar masuk ke rumah tersebut, maka jatuhlah talaknya lihat Syekh Muhammad ibn Qasim, Fathul Qarib [Semarang Pustaka al-Alawiyyah], tanpa tahun, hal. 48. Kemudian talak juga jatuh dengan ungkapan senda gurau atau main-main selama disengaja mengucapkannya sekalipun tak disengaja maknanya lihat Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha ad-Dimyathi, Ianah al-Thâlibîn, jilid 4, hal. 8. Demikianlah uraian singkat tentang syarat dan ketentuan talak. Semoga ada manfaatnya. Wallahu alam. Ustadz M. Tatam Wijaya, Alumni PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
- Α ր ጃպа
- ሌа ቃ աглըճոзв
- А ቿфухр
- Искεֆ ωзևкራκиη
- Ուሙεւиρዞշ иጂуφ
- Αскибεբι βωցεղаχυхр
- ግо ашኤኆоባив ሆеφидеδሄթу
Apabilanasehat masih tidak membuahkan hasil, maka suami bisa melakukan pisah ranjang selama beberapa hari. Misalnya saja Anda tidur di ruangan lain. Namun jangan perlakukan istri
Pertanyaan Saya pernah membaca dalam sebuah situs Islam tentang kata 'pergilah' اسرحي jika dikatakan suami kepada isterinya akan jatuh talak. Saya ingin mengabarkan suami saya tentang perkara ini, khususnya kalimat ini sering dipakai oleh masyarakat Mesir, seperti 'Pergilah, agar saya dapat tidur' Maka saya katakan kepada suami, 'Percaya atau tidak, saya membaca bahwa ucapan 'pergilah' jika dikatakan suami kepada isterinya maka jatuh talak. Maka dengarkan saya, jangan ulang-ulang apa yang suka kamu katakan.' Akan tetapi kata itu terucap juga oleh lisannya, dia berkata, 'pergilah' dengan nada penolakan. Saya bersumpah bahwa dia mengucapkannya tanpa sengaja, tapi terucap begitu saja. Apakah hal tersebut jatuh talak? Teks Jawaban Alhamdulillah. Kata 'pergi' merupakan salah satu redaksi talak yang tidak tegas menurut jumhur fuqoha. Maka mengucapkan lafaz tersebut tidak menyebabkan jatuh talak, kecuali jika disertai niat talak. Sebagian ulama mazhab Syafii dan Hambali berpendapat bahwa kalimat tersebut termasuk kata talak yang bersifat tegas. Jika seorang suami berkata kepada isterinya, 'pegilah' maka talaknya jatuh. Ketika itu alasannya bahwa dirinya tidak niat talak tidak diterima, kecuali ada petunjuk bahwa dia tidak menghendaki talak. Seperti ucapannya, 'pergilah' setelah dia memerintahkan untuk segera berangkat ke ladang. Ibnu Hajar Al-Makky dari kalangan Syafiiah berfatwa bahwa 'pergilah' merupakan kata kiasan, sebab berasal dari kata سرح tanpa tasydid, bukan سرّح dengan tasydid. Ar-Ramli dalam Kitab Nihayatul Muhtaj, 6/429 menyebutkan bahwa tidak diterima alasan seorang suami yang menyatakan kata talak bahwa dirinya tidak bermaksud menceraikannya, kecuali jika ada petunjuk tentang hal tersebut. Diantaranya misalnya jika dia memerintahkan isterinya untuk pagi-pagi segera berangkat ke ladang, lalu dia katakan, 'pergilah'. Ketika itu alasannya diterima." Sedangkan ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa talak dapat jatuh dengan ucapan 'pergilah' walau tanpa niat. Karena menurut sebagian mereka kata ini bersifat tegas berarti talak, atau kata kiasan yang sangat jelas sehingga tidak membutuhkan niat. Sedangkan Ibnu Qudamah dalam Kitab Al-Mughni, 7/294 berkata, "Jika seseorang berkata, 'Aku cerai kamu, atau aku pisahkan kamu, atau aku lepaskan kamu, maka talak pasti jatuh." Hal ini menunjukkan bahwa kata yang tegas bermakna talak ada tiga; Talak, pisah dan pergi dan semua turunan katanya. Ini adalah mazhab Syafi'i. Sedangkan Abu Abdullah bin Hamid berpendapat bahwa kata yang tegas bermakna talak, hanya kata talak saja dan kata turunannya, tidak ada kata yang lain. Ini merupakan pendapat mazhab Abu Hanifah dan Malik. Hanya saja menurut Malik bahwa talak jatuh dengannya tanpa niat. Karena kiasan yang tampak tidak membutuhkan niat. Pendapat ini beralasan bahwa kata 'pisah' dan 'lepas' sering digunakan untuk perkara selain talak, maka keduanya bukan merupakan kata yang tegas sebagaimana halnya kata-kata kiasan lainnya. Sedangkan alasan pihak pertama adalah karena kata-kata tersebut tercantum dalam Al-Quran dengan makna perceraian antara suami isteri. Maka dengan demikian keduanya pisah dan pergi termasuk kata yang tegas maknanya seperti kata talak. Allah Ta'ala berfirman, فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحُ بِإِحْسَانٍ سورة البقرة 229 "Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik." QS. Al-Baqarah 229 فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِّحُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ سورة البقرة 231 "Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf pula. " QS. Al-Baqarah 231 وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللّهُ كُلاًّ مِّن سَعَتِهِ وَكَانَ اللّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا} سورة النساء 130 "Jika keduanya bercerai, Maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. dan adalah Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Bijaksana." QS. An-Nisa 130 فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا سورة الأحزاب 28 "Maka Marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik." QS. Al-Ahzab 28 Pandangan Ibnu Hamid lebih benar, karena sesuatu yang dianggap kalimat yang bermakna tegas adalah apa yang terdapat dalam Al-Quran, tidak mengandung makna lainnya kecuali dengan kemungkinan yang jauh. Kata 'pisah' dan 'lepas' meskipun terdapat dalam Al-Quran dengan makna perceraian antara sepasang suami isteri, namun tercantum juga dengan makna yang lain, dan dalam percakapan sehari-hari juga banyak disebutkan dengan makna lain. Firman Allah Ta'ala, وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعاً وَلاَ تَفَرَّقُوا سورة آل عمران 103 "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai," QS. Ali Imran 103 "Kebanyakan orang tidak menggunakan kata ini dengan makna talak, Maka dia bukan termasuk kata talak yang bermakna tegas menurut mereka. Kesimpulannya, talak tidak jatuh pada diri anda dengan kata tersebut, selama suami anda tidak bermaksud talak. Wallahu’alam .
Dianjurkanagar suami istri berpisah tempat tidur. Apabila suami ingin mencampuri istrinya, walaupun istri tidak mengizinkannya, Di saat terjadi percampuran suami istri itu, maka terjadi rujuk. Agar ada kepastian hukum, maka suami diwajibkan untuk mendatangkan saksi dua orang di saat ia akan melakukan rujuk itu, karena: 1.
Home Muslimah Tatkala Suami-Istri Sedang Pisah Ranjang, Ini 10 Adab yang Harus Diperhatikan Selasa, 26 Zulqaidah 1444 H / 19 Januari 2016 1915 wib views Oleh Abdullah Protonema Sahabat VOA-Islam yang Shalih dan Shalihah... Pisang ranjang bukan berarti perceraian. Akan tetapi, sebuah proses hukuman dari seorang suami agar bisa menyesali dan memahami kesalahan sang istri. Inilah yang banyak disalah artikan khalayak umum, sering kali kita dengar jikalau sepasang suami istri telah pisah ranjang berati telah cerai. Sungguh anggapan seperti itu adalah sebuah kesalahan. Syariat Islam telah meletakkan sebuah metode yang benar untuk mengatasi terjadinya sikap perlawanan wanita dan kecenderungannya yang bengkok, sehingga seorang suami tidak boleh sewenang-wenang bertindak semaunya sendiri. Inilah bentuk keadilan Islam terhadap umatnya, terlebih kepada istri, kehormatan wanita benar adanya dimuliakan meski dalam kondisi tercepit kesalahan. Allah berfirman dalam Al-Qur'an Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka. Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. QS 4 34. Imam Qurtubi dalam menafsirkan ayat di atas, beliau mengatakan. “Ayat di atas menunjukan kewajiban bagi kaum laki-laki untuk mendidik kaum wanita, kalau kaum wanita sudah bisa memelihara hak-hak kaum laki-laki, maka seorang laki-laki tidak berhak memperlakukan mereka secara buruk.” Tafsir Qurtuby Juz 3/148. Keluarga Muslim wajib mempertahankan keutuhan keluarga, seorang Muslim tidak boleh terburu nafsu menceraikan istrinya hanya karena sesuatu hal, karena bersatunya pasutri psangan suami-istri dalam ikatan nikah adalah sebuah akad yang di bangun atas nama Allah SWT. Sehingga bila ada problema rumah tangga yang tak kunjung usai, wajiblah pasutri bersikap dewasa tidak sembarangan memutuskan sesuatu yang akan menghancurkan bahtera rumah tangga. Namun bila ternyata Nusyuz berakhlak buruk seorang istri juga tiada kunjung berhenti maka seorang suami wajiblah menunaikan proses menuju perbaikan ahklak istri agar menjadi berakhlakul karimah. Setelah dinasehati dengan berbagai cara juga tidak ada perubahan, sedangkan kebiasaan jelek istri juga tidak kunjung padam, barulah seorang suami dipersilahkan untuk menghukum sang istri dengan pisah ranjang. Syaikh Isham Bin Muhamad As Syarif dalam kitabnya beliau mengatakan. “Ini termasuk cara paling efektif untuk memberi hukuman, karena dengan keangkuhannya, eksitensi dirinya, dan dengan daya tariknya terhadap kaum lelaki, ia merasa bahwa ia pasti mampu menutupi segala kekurangannya. Namun saat seorang lelaki justru berpaling darinya, sementara si wanita dalam kondisi amat mengairahkan hasrat suaminya, maka ia tak mampu lagi menggunakan sihirnya. Mentalnya yang dipenuhi segala khayal itu akan jatuh dengan sendirinya, sehingga akan kembali menyerah dan tunduk terhadap perintah perintah suaminya.” Ada yang harus dipahami bagi pasutri, bahwa pisah ranjang itu dilaksanakan perlu dijatuhkan agar seorang istri mampu berfikir jernih dan bisa kembali kepada tabiat seorang istri, yaitu taat pada suami bukan malah sebagai ajang peruncing masalah. Sehingga di saat suami menjatuhkan hukuman pisah ranjang, wajiblah suami berusaha untuk ada perbaikan menata kembali agar baik adanya, bukan malah dibiarkan sehingga si istri tidak ada efek jera dan malah menjadi-jadi tak karuan. Apalagi pisah ranjang menjadi ajang buka-bukaan aib ke semua personel keluarga, sungguh ini adalah sebuah kesalahan dalam menjalani proses pisah ranjang. Maka dari itu agar pisah ranjang yang sedang dijalani pasutri itu bisa mengambil hikmah maka haruslah dalam menjalani pisah ranjang mengindahkan akhlak dan adab yang ada. 1. Pisah ranjang hanya dilakukan untuk pisah tempat tidur saja bukan pisah rumah. 2. Seorang suami hanya menggunakan cara ini bila cara pertama gagal, yaitu proses nasehat. 3. Cara ini digunakan bila dikhawatirkan sang istri membangkang. 4. Hukum pisah ranjang ditinggalkan bila seorang seorang istri sudah meninggalkan akhlak buruknya, sudah bertaubat dan kembali taat kepada suaminya. 5. Lama pisah ranjang tidak boleh lebih dari satu bulan setelah wanita melakukan pembangkangan, sebagaimana batasan waktu yang dijelaskan oleh para ulama. Kecuali kalau suami meyakini bahwa tambahan waktu di atas satu bulan akan membawa kebaikan bagi sitrinya, namun jangan sampai lebih dari empat bulan. 6. Selama proses pisah ranjang sebaiknya pasutri sama-sama bermujanat pada Allah SWT untuk meminta bimbingan yang terbaik. 7. Meminta nasehat para ulama yang sholeh serta perbanyak kebaikan. 8. Tetap menunaikan kewajiban sebagai orang tua, tidak boleh dengan alasan sedang ada masalah kemudian anak diterlantarkan. 9. Kewajiban seorang suami untuk menafkahi secara lahir yaitu uang belanja dan kebutuhan lainya tetap harus dipenuhi, karena masih berstatus sebagai seorang suami-istri yang sah. 10. Ambil hikmah dari setiap peristiwa agar lebih bertakwa pada Allah SWT. Demikian beberpa hal yang harus diperhatikan agar pisah ranjang benar-benar bermaslahat dan menjadi kebaikan untuk pasutri yang sedang terlanda masalah. Wallahualambi sowab. [syahid/ Sebarkan informasi ini, semoga menjadi amal sholeh kita! +Pasang iklan Gamis Syari Murah Terbaru Original FREE ONGKIR. Belanja Gamis syari dan jilbab terbaru via online tanpa khawatir ongkos kirim. Siap kirim seluruh Indonesia. Model kekinian, warna beragam. Adem dan nyaman dipakai. Cari Obat Herbal Murah & Berkualitas? Di sini Melayani grosir & eceran herbal dari berbagai produsen dengan > jenis produk yang kami distribusikan dengan diskon sd 60% Hub 0857-1024-0471 Dicari, Reseller & Dropshipper Tas Online Mau penghasilan tambahan? Yuk jadi reseller tas TBMR. Tanpa modal, bisa dikerjakan siapa saja dari rumah atau di waktu senggang. Daftar sekarang dan dapatkan diskon khusus reseller NABAWI HERBA Suplier dan Distributor Aneka Obat Herbal & Pengobatan Islami. Melayani Eceran & Grosir Minimal 350,000 dengan diskon 60%. Pembelian bisa campur produk > jenis produk.
Apabilamenurut fiqih dulu suami telah dengan sungguh artinya mengucapkan talak, tidak ada lagi upaya hukum yang tersedia, kini tidak demikian lagi. Dalam prakteknya penundaan-penundaan penyelenggaraan perceraian sebagai suatu usaha agar talak dibatalkan bukan hanya dilakukan oleh P.P.N./P3.N.T.R, BP 4 saja, melainkan lurah atau kepala
- Buya Yahya dalam sebuah ceramahnya menjelaskan hukum suami mengucapkan kata pisah kepada istrinya. Apakah termasuk kata talak atau tidak?. Talak itu sendiri merupakan pemutusan hubungan antara suami dan istri yang terikat dengan pernikahan secara sah. Talak biasanya diucapkan laki-laki kepada istrinya dengan kata-kata yang menjurus ke arah perpisahan. Lantas apakah saat suami mengucapkan kata pisah termasuk talak?. Dilansir dari artikel berjudul Hukum Suami Mengucapkan Kata Pisah Kepada Istri, Apakah Jatuh Talak? Simak Penjelasan Buya Yahya . Simak penjelasan Buya Yahya Baca Juga Apa Arti Khidmah Peringatan Hari Guru Nasional 2021, Begini Penjelasan Buya Yahya Sebelum menjawab apakah termasuk talak mengarah atau tidak, Buya Yahya terlebih dahulu memberikan nasihat kepada suami dan istri. Pertama, Buya Yahya memberikan nasihat kepada suami agar tidak memiliki sifat seperti seorang wanita. "Anda itu laki-laki jangan pake lisan perempuan, dikit-dikit pisah itukan lisan wanita. Seyogyanya seorang laki-laki menurut Buya Yahya adalah mengayomi istri dengan menambahkan, serta memiliki pilihan. Baca Juga Cara Menentukan Waktu yang Tepat untuk Lamaran Menurut Buya Yahya, Agar Lebih Berkah Sebab, kata Buya Yahya hak cerai itu hanya diberikan kepada laki-laki bukan wanita maka harus lebih bijaksana dalam bertutur kata. "Maka dari itu hikmah Allah, hak cerai diberikan pada kaum pria maka anda laki-laki jangan jadi perempuan," kata Buya Yahya. Kedua, Buya Yahya memberikan nasihat kepada wanita agar intropeksi diri mengapa suami melontarkan pernyataan pisah. Terkini
JAKARTA(Riaumandiri.co) - Ketika sedang beradu argumen dengan suami, seemosi apapun perasaan kamu, kamu harus tetap bisa mengendalikan diri. Jangan sampai kamu melayangkan ucapan tak pantas kepada suami.
Islam merupakan yang mengatur hal-hal kecil hingga hal-hal besar yang seringkali dilupakan manusia. Dalam agama islam telah diatur sedemikian rupa tentang Hukum Istri Berbicara Kasar Kepada Suami dan berperilaku sopan santun kepada pasangan dalam biduk rumah membahas lebih lanjut tentang Hukum istri berbicara kasar terhadap suami, ketahui penjelasan perilaku sopan santun dalam pernikahan yang harus Anda ketahui sebagai buku Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan Para Ulama karya Muhammad Bagir dijelaskan, bahwa Nabi Muhammad SAW selalu mengucapkan basmallah maupun ber-taawudz ketika hendak melakukan hubungan intim dengan bin Abbas dalam riwayatnya mengatakan bahwa Rasulullah bersabda “Law anna ahadukum idza arada an ya’ti ahlahu faqaala; bismillahi allahumma janabna as-syaithaana wa janabna maa razaqtana fa innahu in yuqaddar bainahuma waladun fii dzalika lam yadhurruhu syaithaanun abadan”.Artinya “Jika seseorang dari kamu mendatangi hendak bersenggama dengan istri, maka ucapkanlah Dengan menyebut nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari gangguan setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau anugerahkan kepada kami. Kemudian jika Allah menakdirkan lahirnya anak dari hubungan intim itu, maka setan tidak akan bisa mencelakakan anak tersebut selamanya,”.Hadist diatas di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dan menjadi hadist yang shahih. Keutamaan seorang istri berperilaku sopan dan santun terhadap suami salah satunya adalah melayani suami dan memerhatikan agar tidak saling melihat aurat masing-masing secara vulgar meski membuka pakaian secara keseluruhan memang Muhammad SAW bersabda “An-nazharu ilal-farji yuritsu at-thamsa ay al’ama”. Yang artinya “Melihat kelamin seorang wanita itu bisa menyebabkan kebutaan,”. Dalam riwayat lainnya, Nabi juga menganjurkan bagi umat Muslim untuk menutupi sebagian dari tubuh pasangannya Sopan Santun Dalam PernikahanAdab sopan santun dalam pernikahan berikutnya adalah tidak kasar dan apabila melakukan hubungan, lakukanlah terlebih dahulu tindakan secara fisik seperti memeluk, mencium, dan tindakan emosional lainnya sebelum melakukan penetrasi. Sehingga masing-masing pasangan telah siap secara fisik dan sepatutnya dalam pernikahan dibentuk adab keluar rumah bagi istri terhadap pasangan agar pernikahan berjalan dengan harmonis. Termasuk adab keluar rumah bagi seorang wanita yang menghindari adanya konflik dengan suami. Sebagaimana yang diketahui bahwa surga istri adalah ridha suami. Untuk itu istri memang harus menghormati dan tidak berbicara kasar terhadap Islam, hukum istri yang sering marah apalagi sampai membentak suami merupakan perilaku yang tidak diperbolehkan karena termasuk dalam jenis dosa besar. Sebab suami adalah sosok pemimpin keluarga yang patut di hormati dan di taati oleh istri. Kewajiban istri adalah menghormati dan melayani suami. Itu merupakan pahala bagi seorang SAW pun mengatakan bahwa sangat tinggi kedudukan suami untuk istrinya. “Seandainya saya bisa memerintahkan seorang untuk sujud pada orang lain, pasti saya perintahkan seorang istri untuk sujud pada suaminya.” HR Abu Daud, Al-Hakim, Tirmidzi.Lalu bagaimana apabila istri memarahi suami karena suami berbuat kesalahan? Manusia memang tidak luput dari kesalahan, dan tugas seorang istri apabila suami berbuat kesalahan sudah seharusnya di ingatkan, namun tetap dengan cara yang baik, tutur kata yang lemah lembut dan tidak dengan suara keras atau membentak apalagi sampai menyinggung perasaan suami. Ketahui juga hukum tidak bertegur sapa dengan seorang istri memarahi suami, membentak, mendzalimi. Hal ini sudah menunjukkan bahwa perempuan tersebut merupakan istri yang durhaka terhadap suaminya. Bahkan dalam Hadist Rasulullah SAW telah di jelaskan sebagai berikut “Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia, tetapi istrinya dari kelompok bidadari juga kemudian berkata, Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah memusuhimu. Dia sang suami hanyalah tamu di sisimu nyaris saja ia bakal meninggalkanmu menuju pada kami.” HR At-Tirmidzi.Alasan Istri Tidak Boleh Berbicara Kasar Kepada SuamiAlasan mengapa hukum istri berbicara kasar kepada suami adalah tidak boleh. Karena kelak akan mendapatkan dosa yang besar dan mendapatkan saingan berat dari bidadari Allah SWT. Sudah seharusnya berbicara kasar kepada suami ini tidak boleh menjaga lisan bagi wanita, Jika istri merasakan kemarahan yang tidak bisa ditahan, bahkan memperlihatkan amarah yang berlebihan kepada suami. Alangkah baiknya untuk langsung beristighfar dan memohon ampun kepada Allah SWT agar hati menjadi ringan dan perlahan meredakan dirasa sudah tenang, disarankan untuk kompromi kepada suami agar mencari jalan keluar dan menyelesaikan dengan baik-baik. Karena apabila diawali dengan amarah maka yang ada akan menjadi permasalahan dalam rumah adab sopan santun dalam rumah tangga dengan salah satunya tidak berbicara kasar terhadap suami memberikan banyak pahala terhadap istri. Dan menjadikan rumah tangga Anda dan suami lebih harmonis, karena semua bisa diselesaikan dengan diskusi dan tidak dengan emosi menerapkan adab sopan santun kepada suami di antaranyaMendapatkan Ridha dari Allah SWTShalatnya diterima dan di muliakan Allah SWTDiampuni segala dosanyaRumah tangga lebih harmonisMendapatkan keberkahan dalam pernikahannya
Suamidan istri dalam menjalani kehidupan rumah tangganya dapat membuat hati saya mengucapkan terimakasih kepada: 1. Agus Moh. Najib, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN suami istri, dan memberikan kepastian hukum antara hak dan kewajiban masing-1 Pasal 1 Ayat (1) 2 masing pihak. Namun oleh sebagian masyarakat
JAKARTA - Talak atau melepaskan ikatan nikah dari suami dengan mengucapkan ucapan talak merupakan sesuatu yang halal, namun dibenci oleh Allah. Ucapan talak bisa menyebabkan berpisahnya pasangan suami-istri. Di antara ucapan talak ialah ucapan sharih israh, yakni ucapan yang tegas dengan maksud mentalak. Talak demikian jatuh jika seseorang telah mengucapkannya dengan sengaja walaupun hatinya tidak berniat mentalak istrinya. Ucapan talak yang sharih ada tiga, yaitu talak mencerai, pirak firaq atau memisahkan diri, dan sarah lepas. Menurut fatwa Ibn Qudaamah, jika seorang suami berkata kepada istrinya "israh" Anda boleh pergi, maka itu dianggap sebagai pernyataan perceraian yang gamblang atau jelas. Namun, bagaimana jika seorang suami berkata kepada istrinya dengan kata-kata "Keluar", tetapi bukan dengan maksud menceraikannya? Apakah pernyataan kepada istri itu berarti tidak dihitung sebagai perceraian jika tidak disertai dengan niat cerai? Seperti dikutip di laman Islamweb, para ulama berbeda pendapat mengenai istilah 'pergi', apakah itu kata cerai atau metafora kiasan dari kata cerai. BACA JUGA Update Berita-Berita Politik Perspektif Klik di Sini
Begitusuami mengatakan kata-kata talak pada istrinya, maka talak itu sudah jatuh dan terjadi. Keputusan Pengadilan Agama hanyalah formalitas. Talak atau gugat cerai yang dilakukan oleh suami terdiri dari 4 (empat) macam sbb: Talak raj’i. Yaitu perceraian di mana suami mengucapkan (melafazkan) talak satu atau talak dua kepada isterinya.
ISTRI berbicara ingin pisah dengan suami. Ustazah, bagaimana tanggapan dalam Islam jika seorang istri ngomong pisah ke suaminya? Apa hukumnya? Terus bagaimana jalan baik keduanya? Ustazah Herlini Amran, menjelaskan mengenai permasalahan ini yaitu sebagai berikut. Islam telah mengatur pembagian tugas, kerja, hak dan kewajiban antara suami dan istri, dalam surat an Nisa’ ayat 34 ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ۚ فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain wanita, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka”. Pembagian kerja dalam ayat di atas menjadikan suami sebagai penanggung jawab dalam memimpin dan mengurusi istrinya, pemegang kendali keluarga, menanggung segala sesuatu termasuk nafkah rumah tangga dan semua urusan kehidupan material. Juga sebagai pihak yang membuat ikatan nikah saat mengucapkan kata qabul dalam akad nikah itu dilakukan oleh suami. Itulah yang menyebabkan hak sebagai suami untuk menjatuhkan talaq sehingga dia memiliki otoritas mengakhiri rumah tangga. Jadi hak untuk menjatuhkan talaq bukan di tangan istri. Baca Juga Jadilah Istri yang Pandai Bersyukur kepada Suami Sebanyak dan sesering apapun seorang istri mengucapkan kata talaq kepada suaminya, dalam pandangan Islam belum terjadi sebuah perceraian. Namun sekali saja seorang suami mengucapkan talaq, maka jatuhlah talaq satu. Apalagi secara psikologis, laki-laki memiliki kendali emosi yang bisa dipengaruhi daya pikirnya, berbeda dengan perempuan biasanya memiliki sisi emosi yang lebih kuat dari pada daya pikirnya. Bila terjadi hal yang membuatnya tersinggung atau dia merasa sakit hati, maka dengan mudahnya seorang perempuan mengucapkan dan menginginkan perceraian dari suaminya. Dalam surat at Thalaq ayat 1 menegaskan tentang jatuhnya perceraian yang dilakukan seorang suami, dengan khitab kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam agar umatnya memahami bahwa hak talaq ada di tangan para suami. يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ ۖ “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru”. QS. Ath-Thalaq 1. Ketika istri menuntut cerai pada suaminya, maka bagian dari kewajiban suami untuk mendidik istrinya, ajaklah istrinya tersebut berbicara dari hati ke hati, apa ada masalah yang dipendam istri, kemudian meledak karena tidak tersampaikan permasalahan tersebut kepada suaminya. Biasakan mengomunikasikan segala sesuatu dalam masalah rumah tangga dengan istri. Biasanya seorang istri yang diperlakukan dengan baik dan mendapatkan perhatian dari seorang suami akan memperlakukan suaminya dengan hormat. Pada kasus-kasus tertentu, apabila ada seorang istri yang meminta cerai pada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan dalam Islam, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah memperingatkannya dengan sabdanya أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ “Wanita mana saja yang meminta talak cerai tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” HR. Abu Daud no. 2226, Tirmidzi no. 1187 dan Ibnu Majah no. 2055. Abu Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Komunikasi adalah jalan yang sangat efektif untuk memperbaiki masalah apapun yang terjadi dalam rumah tangga. Apabila terjadi kebuntuan dalam komunikasi, maka carilah pihak penengah yang dapat menjembatani hambatan komunikasi suami istri tersebut. Bila masalah belum dapat diatasi juga, maka kembalikan pada Allah, lakukan sholat istikharah untuk kelanjutan keberlangsungan rumah tangga ini, apakah akan tetap lanjut, atau bubar sampai di sini. Minta bantuan dan, pertolongan Allah Semoga Allah memberikan jalan keluar yang terbaik untuk semua pihak. Wallahu a’lam.[ind] Sumber Sharia Consulting Center SCC
Adabeberapa hal yang harus diperhatikan saat talak: Talak adalah perbuatan halal yang dibenci Allah. Jiuka bukan keadaan yang sangat darurat, maka jangan sampai kata talak terucap. Rasulullah bersabda:”Laknat Allah kepada orang yang sering menikah dan sering mengucapkan kata talak”. Jangan mengatakan talak dengan tujuan menakut-nakuti
Ilustrasi cara rujuk talak 1. Foto ShutterstockAdakah di antara kamu yang sedang mencari tahu cara rujuk talak 1 sesuai syariat Islam? Untuk suami istri yang terlanjur mengucap talak namun kini ingin kembali bersama, rujuk adalah jalan Al-Quran, Allah SWT berfirman"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri menunggu tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan dalam rahimnya jika mereka beriman pada Allah SWT dan hari akhir. Dan suami-suami berhak merujukinya dalam masa menanti itu jika mereka menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menuntut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." al-Baqarah 228Mama juga pernah mendengar ceramah mengenai hal ini. Saat itu, dijelaskan kalau rujuk adalah bersatunya kembali sepasang suami istri dalam ikatan pernikahan setelah terjadinya talak raj’i di antara talak satu serta talak dua.Proses rujuk juga sebaiknya dilakukan sebelum masa iddah atau masa saat istri menunggu setelah diceraikan oleh suaminya telah habis. Lalu bagaimana cara rujuk apabila telah mendapat talak 1?Cara Rujuk Talak 1 Sesuai Syariat IslamIlustrasi cara rujuk talak 1. Foto FreepikKalau dalam agama Islam, talak 1 atau disebut juga dengan talak raj’i atau talak ruj’i terjadi saat pertama kalinya suami mengucapkan kata “cerai” atau pisah. Sementara secara hukum negara, suami bisa memberikan talak 1 pada istri dengan melakukan permohonan secara lisan atau tulisan kepada Pengadilan Agama yang terletak di lokasi tempat tinggal istri berikut dengan alasannya. Tetapi kalau suami istri berniat untuk kembali, maka keduanya boleh rujuk dengan beberapa cara seperti yang sudah menjatuhkan talak 1 pada istri boleh rujuk kembali asalkan masih dalam masa iddah. Cara rujuknya dengan ucapan kinayah, seperti “aku rujuk engkau”, “aku terima kembali engkau”, atau kalimat serupa yang menunjukkan keinginan suami untuk rujuk kembali disertai 2 orang saksi tanpa istri telah habis masa iddahnya sedangkan suami ingin merujuk istrinya kembali, maka harus dilaksanakan kembali akad nikah yang baru disertai dengan tebusan. Syarat suami melakukan rujuk yaitu tidak boleh merasa terpaksa saat mengajak istrinya rujuk cara rujuk talak 1. Foto FreepikSelain itu, ada syarat-syarat umum yang perlu dipenuhi jika suami ingin rujuk dengan istrinya seperti berikut ini, yang telah ditalak pernah melakukan hubungan seksual dengan suaminya. Apabila suami menalak istri yang belum pernah melakukan hubungan intim, para ulama sepakat bahwa istri tidak berhak menerima rujukan rujuk tidak boleh merasa terpaksa dan atas persetujuan kedua belah yang rujuk adalah yang telah akil balig, dewasa, serta berakal yang dilakukan bukanlah talak tiga atau talak raj’ tersebut terjadi tanpa adanya tebusan. Apabila dengan tebusan, istri sudah menjadi talak bain, atau talak yang dijatuhkan suami pada istrinya yang telah habis masa iddahnya, sehingga suami tidak berhak mengajak istrinya ini dilakukan pada masa iddah atau masa menunggu istri. Apabila sudah lewat masa iddah, suami tidak dapat mengajak istrinya rujuk kembali dan ini sudah menjadi kesepakatan para ucapan yang jelas untuk rujuk atau saksi yang menyaksikan suami serta istri untuk rujuk itu dia, Ma, cara rujuk talak 1 sesuai dengan syariat Islam yang perlu Mama pahami. Semoga informasinya bermanfaat.
2mq1HR. pkef6cl4ek.pages.dev/318pkef6cl4ek.pages.dev/167pkef6cl4ek.pages.dev/284pkef6cl4ek.pages.dev/252pkef6cl4ek.pages.dev/127pkef6cl4ek.pages.dev/437pkef6cl4ek.pages.dev/496pkef6cl4ek.pages.dev/269
hukum suami mengucapkan kata pisah kepada istri